PERSEMBAHAN TERAKHIR UNTUK NENEK
Oleh:Yulita Putria Dewi
Kala senja merona kemerahan, kembali kulangkahkan kaki yang lelah ini. Menyusuri keramaian, mengendus aroma kebebasa. Akhirnya setelah seharian memeras tenaga demi memperoleh sesuap nasi esok pagi aku dapat melepaskan penat ini. Kususuri lorong sempit menuju sebuah gubug tua di ujung desa. Kerebahkan tubuh yang penat ini diatas dipan tua yang mulai rapuh dimakan usia.
Kupandang indahnya alam di sekitarku. Menelanjangi apa saja yang aku lihat. Mataku terhenti pada sebuah batu besar diatas pohon jambu. Sudah lama aku tidak duduk diatas batu itu. Tepatya sejak dua tahun lalu, semenjak ayah dan ibu memutuskan untuk berpisah dan menjalani kehidupan masing-masing.
Aku beranjak dari tempatku. Berjalan pelan menuju batu besar yang terletak di bawah pohon jambu tadi. Langkahku gontai sempoyongan. Aku duduk diatasnya. Menatap langit malam yang terlihat biru cerah dengan bulan dan bintang yang melengkapi indahnya sisa waktuku sebelum esok tiba.
Tiba-tiba air mataku menari lembut menuruni kelopak mataku. Bergoyang pelan diantara lesung pipitku. Rambutku yang terurai panjang berterbangan ditiup sepoinya angin malam. Kupeluk raga yang tak berdaya ini. Perlahan kupejamkan mataku, menikmati suasana. Aku melayang sejenak. Udara segar bercampur aroma bunga sedap malam menambah syahdunya malam itu.
Aku terperanjat saat mendengar teriakan dari dalam rumah. Aku sangat mengenal suara itu. Aku segera berlari menuju rumahku yang renta. Kujejakkan kakiku di depan pintu yang mulai lapuk itu. Kumelangkah menuju sumber suara. Dia berbalik dan tersenyum kearahku. Aku membalas senyumnya. Kucium telapak tangannya yang mulai mengekerut dimakan usia.
Kucium kedua pipinya yang cekung kedalam rahangnya yang hanya dihuni beberapa gigi saja. Aku duduk berhadapan dengannya. Kulihat mata sayunya yang begitu ayu. Ingin sekali aku memeluknya erat. Mengajaknya keliling dunia suatu saat nanti, kalau aku sudah punya cukup uang tentunya.
Nenek, doakan cucumu yang lemah ini agar mendapat apa yang ia cita-citakan. Ucapku lirih. Ia melirik ke arahku. Dia adalah satu-satunya keluargaku sekarang. Setelah ayah bahagia dengan anak dan istri barunya, sedangkan ibu entah pergi kemana dengan semua anggota arisannya. Aku bahagia tinggal bersama nenekku disini.
Kami makan bersama malam itu. Dengan menu kesukaanku tentunya. Rendang daging sapi dan kerupuk. Selera kami samadalam hal apapun. Jadi tidak sulit bagi kami untuk menyesuaikan diri. Nenek beranjak dari tempat duduknya menuju teras. Kuikuti langkahnya dengan enggan. Aku melihat nenek benar-benar ayu di terpa cahaya bulan. Kudekati wanitayang rapuh itu. Kupeluk ia erat, sangat erat.
Sesaat aku merasakan ia terisak. Kulepaskan pelukanku. Kupandang matanya yang sayu berkaca-kaca. Betapa mulianya hati wanita tua ini. Kuhapus air mata yang mulai berlinangan di kedua pipinya. Kupandang tajam kedua bola mata cokelat itu. Aku meneteskan air mataku. Ia menghapus air mataku sekarang. Kupegang tangan tua itu. Kucium penuh kasih.
''Nenek, jangan tinggalkan Nay ya! Nay tidak bisa kehilangan nenek!'' Kupeluk erat nenekku.
''Nay, ada saatnya kamu harus menjalani semuanya sendiri! Tidak selamanya nenek ada di dekatmu untuk menemanimu!'' Ia menghapus linangan air mataku.
''Tapi Nay tidak mau nenek pergi! Nay tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Nay kalau nenek meninggalakan aku!'' Aku menunduk, pilu.
''Nenek mengerti sayang! Nenek tidak akan meninggalkan kamu, nenek akan selalu ada dihatimu, nak!'' Rasanya nyaman sekali dipeluk oleh seseorang yang sangat kita sayangi.
Kuhabiskan tiga jam begitu saja untuk bermanjaan dengan nenekku. Nenek menuntunku masuk ke dalam rumah. Besok aku harus bangun pagi dan melanjutkan perjuanganku untuk memberika apa yang selama ini nenek inginkan. Aku membaringkan tubuh yang lelah ini. Kupandang keelokan sang purnama dari jendela yang sengaja tidak aku tutup. Kupejamkan mata yang berat ini. Sejenak ingin kuhapuskan semua beban ditubuh yang layu ini.
Mentari pagi menyapa lemput kulitku. Kubuka perlahan mataku. Mengintip keluar jendela. Hari belum begitu terang. Masih ada beberapa embun yang menari di dedaunan. Aku beranjak dari tempat tidurku. Meraba-raba jalan yang benar. Menghela napas lega di depan jendela yang mulai dihuni beberapa hewan pengerat.
Kulempar pandanganku keluar jendela. Menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kurasakan udara segra menerobos seluruh pori-pori tubuhku. Aku terkejut saat kurasakan ada yang menepuk pundakku. Kumenoleh seketika. Aku tersenyum lega setelah tahu siapa yang baru saja membuatku terkejut.
''Cepat mandi, Nay! Hari ini kamu harus kerja kan???'' Ucapnya lembut sambil mengulurkan sehelai handuk untukku.
''Iya, Nek! Hari ini aku terima gaji! Tunggu aku ya, Nek! Jangan makan malam sebelum aku datang!'' Jawabku sambil mencium pipi kanannya kemudian berlalu meninggalkannya.
Hatiku cukup bahagia hari ini. Aku akan segera memberikan apa yang selama ini nenekku inginkan. Aku akan pulang membawa hadiah spesial untuk nenekku tercinta. Aku tersenyum sendiri membayangkan betapa kagetnya nenek nanti. Aku menyiram tubuhku dengan segarnya air di daerah lereng pegunungan ini. Cukup lama aku mandi, untuk persiapan kalau nanti aku pulang malam.
Nenek sudah menantiku di meja makan saat aku selesai berbenah diri. Aku mencium pipi kirinya dan meneguk segelas susu yang selalu ia siapkan untukku setiap pagi. Aku hanya mengambil sepotong tempe goreng dan berlalu pergi, beralasan takut kesiangan dan gajiku diserobot oleh karyawan lain.
Aku menyusuri lorong-lorong sempit dengan beberapa lubang yang membuat aku harus berhati-hati. Setibanya di tempatku kerja aku langsung menuju ruang kepala staf. Kuterima sebuah amplop darinya. Kucium amplop itu. Menyimpannya di dalam tas dan menunggu sampai waktu pulang tiba dan membuat nenek terkejut.
Seharian aku bekerja benar-benar menguras tenaga. Rasanya aku sudah tidak punya tenaga lagi untuk berjalan pulang. Namun aku kembali semangat saat teringat kejutanku untuk nenek. Aku berlari menuju toko mukena di tepi jalan raya seberag kantorku. Aku membeli sepasang mukena yang sudah lama nenek inginkan. Sebulan yang lalu nenek bilang ia sangat menginginkan mukena itu, namun ia tidak punya cukup uang untuk membelinya. Dan hari ini nenek akan mendapatkan mukena ini, dari gaji pertamaku.
Aku berjalan cepat menuju rumahku. Melewati lorong-lorong gelap yang dengan penuh rasa bahagia. Rasanya perjalanan pulang menghabiskan waktuku. Karena setiap aku melangkah, rasanya tidak bergerak dari tempatku berdiri. Rasanya empat puluh kali lebih lama dari biasanya.
Aku memasuki gang menuju rumah kecilku. Hatiku tersentak saat melihat beberapa orang berseliweran di ujung gang. Aku semakin berjalan mendekat. Namun seolah Tuhan tidak mengijinkanku tahu apa yang ada disana. Secepat apapun langkahku, rasanya aku tidak kunjung sampai di kerumunan itu. Aku terkesiap melihat orang-orang itu berkumpul di rumahku.
Apakah yang sedang terjadi sebenarnya? Aku berlari dengan langkah terseret-seret. Hatiku hancur saat melihat sepotong kain berkibar gagah di pagar rumahku. Aku tahu apa arti sepotong kainyang tengah berkibar itu. Aku berlarimasuk kedalam rumahku.
Pandanganku tertumbuk pada sesosok yang sangat aku kenal terbaring lemah di depan pintu. Matanya yang sayu kini terpejam. Kulitnya yang keriput kini terlihat pucat. Bibir yang selama ini menasihatiku tersenyum bahagia. Aku roboh seketika. Beberapa tetangga mendekatiku dan memelukku. Aku berteriak histeris seakan kerasukan setan.
Ya Tuhan, mengapa kau ambil lagi orang yang aku sayang? Sekarang aku benar-benar tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Harus apa aku sekarang? Apa yang engkau inginkan dari hamba yang lemah ini? Aku menghujam Tuhan dengan ribuan pertanyaan. Namun itu hanya membuatku semakin terpuruk. Aku bangkit dari kerumunan yang membuatku mual.
''Nenek, kenapa tidak menunggu Nay datang? Nay membawa sesuatu untuk nenek! Ini mukena untuk nenek, Nay beli ini dengan gaji pertamaku! Nenek bangun, nek! Jangan tinggalin Nay sendiri disini!'' Aku mencium kening wanita yang sudah tak berdaya itu.
Kupeluk erat ia untuk terakhir kalinya. Kulepaskan ia pergi dari hidupku. Kurelakan Tuhan mengambilnya dariku. Aku yakin nenek lebih bahagia berada didekat-Nya. Nenek, Nay disini selalu menyayangi nenek. Jangan tinggalkan hati Nay ya, nek! Nayla sayang nenek!.
Oleh:Yulita Putria Dewi
Kala senja merona kemerahan, kembali kulangkahkan kaki yang lelah ini. Menyusuri keramaian, mengendus aroma kebebasa. Akhirnya setelah seharian memeras tenaga demi memperoleh sesuap nasi esok pagi aku dapat melepaskan penat ini. Kususuri lorong sempit menuju sebuah gubug tua di ujung desa. Kerebahkan tubuh yang penat ini diatas dipan tua yang mulai rapuh dimakan usia.
Kupandang indahnya alam di sekitarku. Menelanjangi apa saja yang aku lihat. Mataku terhenti pada sebuah batu besar diatas pohon jambu. Sudah lama aku tidak duduk diatas batu itu. Tepatya sejak dua tahun lalu, semenjak ayah dan ibu memutuskan untuk berpisah dan menjalani kehidupan masing-masing.
Aku beranjak dari tempatku. Berjalan pelan menuju batu besar yang terletak di bawah pohon jambu tadi. Langkahku gontai sempoyongan. Aku duduk diatasnya. Menatap langit malam yang terlihat biru cerah dengan bulan dan bintang yang melengkapi indahnya sisa waktuku sebelum esok tiba.
Tiba-tiba air mataku menari lembut menuruni kelopak mataku. Bergoyang pelan diantara lesung pipitku. Rambutku yang terurai panjang berterbangan ditiup sepoinya angin malam. Kupeluk raga yang tak berdaya ini. Perlahan kupejamkan mataku, menikmati suasana. Aku melayang sejenak. Udara segar bercampur aroma bunga sedap malam menambah syahdunya malam itu.
Aku terperanjat saat mendengar teriakan dari dalam rumah. Aku sangat mengenal suara itu. Aku segera berlari menuju rumahku yang renta. Kujejakkan kakiku di depan pintu yang mulai lapuk itu. Kumelangkah menuju sumber suara. Dia berbalik dan tersenyum kearahku. Aku membalas senyumnya. Kucium telapak tangannya yang mulai mengekerut dimakan usia.
Kucium kedua pipinya yang cekung kedalam rahangnya yang hanya dihuni beberapa gigi saja. Aku duduk berhadapan dengannya. Kulihat mata sayunya yang begitu ayu. Ingin sekali aku memeluknya erat. Mengajaknya keliling dunia suatu saat nanti, kalau aku sudah punya cukup uang tentunya.
Nenek, doakan cucumu yang lemah ini agar mendapat apa yang ia cita-citakan. Ucapku lirih. Ia melirik ke arahku. Dia adalah satu-satunya keluargaku sekarang. Setelah ayah bahagia dengan anak dan istri barunya, sedangkan ibu entah pergi kemana dengan semua anggota arisannya. Aku bahagia tinggal bersama nenekku disini.
Kami makan bersama malam itu. Dengan menu kesukaanku tentunya. Rendang daging sapi dan kerupuk. Selera kami samadalam hal apapun. Jadi tidak sulit bagi kami untuk menyesuaikan diri. Nenek beranjak dari tempat duduknya menuju teras. Kuikuti langkahnya dengan enggan. Aku melihat nenek benar-benar ayu di terpa cahaya bulan. Kudekati wanitayang rapuh itu. Kupeluk ia erat, sangat erat.
Sesaat aku merasakan ia terisak. Kulepaskan pelukanku. Kupandang matanya yang sayu berkaca-kaca. Betapa mulianya hati wanita tua ini. Kuhapus air mata yang mulai berlinangan di kedua pipinya. Kupandang tajam kedua bola mata cokelat itu. Aku meneteskan air mataku. Ia menghapus air mataku sekarang. Kupegang tangan tua itu. Kucium penuh kasih.
''Nenek, jangan tinggalkan Nay ya! Nay tidak bisa kehilangan nenek!'' Kupeluk erat nenekku.
''Nay, ada saatnya kamu harus menjalani semuanya sendiri! Tidak selamanya nenek ada di dekatmu untuk menemanimu!'' Ia menghapus linangan air mataku.
''Tapi Nay tidak mau nenek pergi! Nay tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Nay kalau nenek meninggalakan aku!'' Aku menunduk, pilu.
''Nenek mengerti sayang! Nenek tidak akan meninggalkan kamu, nenek akan selalu ada dihatimu, nak!'' Rasanya nyaman sekali dipeluk oleh seseorang yang sangat kita sayangi.
Kuhabiskan tiga jam begitu saja untuk bermanjaan dengan nenekku. Nenek menuntunku masuk ke dalam rumah. Besok aku harus bangun pagi dan melanjutkan perjuanganku untuk memberika apa yang selama ini nenek inginkan. Aku membaringkan tubuh yang lelah ini. Kupandang keelokan sang purnama dari jendela yang sengaja tidak aku tutup. Kupejamkan mata yang berat ini. Sejenak ingin kuhapuskan semua beban ditubuh yang layu ini.
Mentari pagi menyapa lemput kulitku. Kubuka perlahan mataku. Mengintip keluar jendela. Hari belum begitu terang. Masih ada beberapa embun yang menari di dedaunan. Aku beranjak dari tempat tidurku. Meraba-raba jalan yang benar. Menghela napas lega di depan jendela yang mulai dihuni beberapa hewan pengerat.
Kulempar pandanganku keluar jendela. Menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kurasakan udara segra menerobos seluruh pori-pori tubuhku. Aku terkejut saat kurasakan ada yang menepuk pundakku. Kumenoleh seketika. Aku tersenyum lega setelah tahu siapa yang baru saja membuatku terkejut.
''Cepat mandi, Nay! Hari ini kamu harus kerja kan???'' Ucapnya lembut sambil mengulurkan sehelai handuk untukku.
''Iya, Nek! Hari ini aku terima gaji! Tunggu aku ya, Nek! Jangan makan malam sebelum aku datang!'' Jawabku sambil mencium pipi kanannya kemudian berlalu meninggalkannya.
Hatiku cukup bahagia hari ini. Aku akan segera memberikan apa yang selama ini nenekku inginkan. Aku akan pulang membawa hadiah spesial untuk nenekku tercinta. Aku tersenyum sendiri membayangkan betapa kagetnya nenek nanti. Aku menyiram tubuhku dengan segarnya air di daerah lereng pegunungan ini. Cukup lama aku mandi, untuk persiapan kalau nanti aku pulang malam.
Nenek sudah menantiku di meja makan saat aku selesai berbenah diri. Aku mencium pipi kirinya dan meneguk segelas susu yang selalu ia siapkan untukku setiap pagi. Aku hanya mengambil sepotong tempe goreng dan berlalu pergi, beralasan takut kesiangan dan gajiku diserobot oleh karyawan lain.
Aku menyusuri lorong-lorong sempit dengan beberapa lubang yang membuat aku harus berhati-hati. Setibanya di tempatku kerja aku langsung menuju ruang kepala staf. Kuterima sebuah amplop darinya. Kucium amplop itu. Menyimpannya di dalam tas dan menunggu sampai waktu pulang tiba dan membuat nenek terkejut.
Seharian aku bekerja benar-benar menguras tenaga. Rasanya aku sudah tidak punya tenaga lagi untuk berjalan pulang. Namun aku kembali semangat saat teringat kejutanku untuk nenek. Aku berlari menuju toko mukena di tepi jalan raya seberag kantorku. Aku membeli sepasang mukena yang sudah lama nenek inginkan. Sebulan yang lalu nenek bilang ia sangat menginginkan mukena itu, namun ia tidak punya cukup uang untuk membelinya. Dan hari ini nenek akan mendapatkan mukena ini, dari gaji pertamaku.
Aku berjalan cepat menuju rumahku. Melewati lorong-lorong gelap yang dengan penuh rasa bahagia. Rasanya perjalanan pulang menghabiskan waktuku. Karena setiap aku melangkah, rasanya tidak bergerak dari tempatku berdiri. Rasanya empat puluh kali lebih lama dari biasanya.
Aku memasuki gang menuju rumah kecilku. Hatiku tersentak saat melihat beberapa orang berseliweran di ujung gang. Aku semakin berjalan mendekat. Namun seolah Tuhan tidak mengijinkanku tahu apa yang ada disana. Secepat apapun langkahku, rasanya aku tidak kunjung sampai di kerumunan itu. Aku terkesiap melihat orang-orang itu berkumpul di rumahku.
Apakah yang sedang terjadi sebenarnya? Aku berlari dengan langkah terseret-seret. Hatiku hancur saat melihat sepotong kain berkibar gagah di pagar rumahku. Aku tahu apa arti sepotong kainyang tengah berkibar itu. Aku berlarimasuk kedalam rumahku.
Pandanganku tertumbuk pada sesosok yang sangat aku kenal terbaring lemah di depan pintu. Matanya yang sayu kini terpejam. Kulitnya yang keriput kini terlihat pucat. Bibir yang selama ini menasihatiku tersenyum bahagia. Aku roboh seketika. Beberapa tetangga mendekatiku dan memelukku. Aku berteriak histeris seakan kerasukan setan.
Ya Tuhan, mengapa kau ambil lagi orang yang aku sayang? Sekarang aku benar-benar tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Harus apa aku sekarang? Apa yang engkau inginkan dari hamba yang lemah ini? Aku menghujam Tuhan dengan ribuan pertanyaan. Namun itu hanya membuatku semakin terpuruk. Aku bangkit dari kerumunan yang membuatku mual.
''Nenek, kenapa tidak menunggu Nay datang? Nay membawa sesuatu untuk nenek! Ini mukena untuk nenek, Nay beli ini dengan gaji pertamaku! Nenek bangun, nek! Jangan tinggalin Nay sendiri disini!'' Aku mencium kening wanita yang sudah tak berdaya itu.
Kupeluk erat ia untuk terakhir kalinya. Kulepaskan ia pergi dari hidupku. Kurelakan Tuhan mengambilnya dariku. Aku yakin nenek lebih bahagia berada didekat-Nya. Nenek, Nay disini selalu menyayangi nenek. Jangan tinggalkan hati Nay ya, nek! Nayla sayang nenek!.
Diposting oleh
www.ViolaPunya.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar