Jumat, 20 Mei 2011
di
19.53
|
. Hora ashimoto wo mitegoran
. Kore ga anata no ayumu michi
. Hora mae wo mitegoran
. Are ga anata no mirai
. Haha ga kureta takusan no yasashisa
. Ai wo idaite ayume to kurikaeshita
. Ano toki wa mada osanakute imi nado shiranai
. Sonna watashi no tewo nigiri issho ni ayundekita
. Yume waitsumo sora takaku aru kara
. Todokanakute kowaine dakedo oitsuzukeruno
. Jibun no sutoorii dakara koso akirametakunai
. Fuan ninaru to te wo nigri
. Issho ni ayundekita
. Sono yasashi wo toki ni wa iyagari
. Hanareta haha e sunaoninarezu
. Hora ashimoto wo mitegoran
. Kore ga anata no ayumu michi
. Hora mae wo mitegoran
. Are ga anata no mirai
. Mirai e mukatte yukkuri to aruite yukou
Diposting oleh
www.ViolaPunya.blogspot.com
Aoao toshita yozora no shita de
Anata ga miteta ushiro koi sugata
Tokiori miseru mujaki na negao
Atashi ga miteta koishii sugata
Donna hitotoki mo subete
Wasurenai you ni
Muchuu de shattaa kiru atashi no kokoro wa
Setsunai shiawase datta
Tada kimi wo ai shiteru
Tada kimi wo ai shiteru
Tada kimi wo ai shiteru
Tada sore dake de yokatta noni
Ame furu toki no kawashita kisu wa
Tsunagarete yuku futari sugata
Isshou ni mou nai kono kimochi
Umaku ienai kedo
Anata ni deatte atashi no mainichi wa
Kirakira to kagayita yo
Tada kimi wo ai shiteru
Tada kimi wo ai shiteru
Tada kimi wo ai shiteru
Anata ga kureta shiawase yo
Tada kimi wo ai shiteru
Tada kimi wo ai shiteru
Tada kimi wo ai shiteru
Tada sore dake de yokatta noni
Chiisana heya ni kazararete iru
Futari no egao renai shashin
Diposting oleh
www.ViolaPunya.blogspot.com
Oleh : Yulita Putria Dewi
Tak akan ada tawa tanpa kesedihan,
Tak akan ada senyum tanpa air mata,
Tak akan ada kehangatan tanpa kegalauan,
Tak akan ada kebersamaan tanpa perpisahan,
Dan kini kami menjalani semua itu.
Perlahan waktu merangkai kisah diantara kami. Mengubah kekakuan yang menyelimuti kami menjadi kebersamaan. Menjadikan kami dalam satu ikatan. Melewati hari bersama. Merangkai kisah di lembaran baru kami. Mengisi hari-hari kami dengan hal yang baru.
Semua berawal dari hari itu. Jumat 7 Mei 2010 aku menerima hasil perjuanganku selama 3 tahun menimba ilmu di SMP. Hatiku berlonjak riang saat membaca surat yang menyatakan aku ''LULUS''. Aku memang sedikit kecewa karena hasilnya tidak sesuai dengan yang aku harapkan. Namun aku tetap bersyukur atas hasil yang aku dapat.
Esoknya, Sabtu 8 Mei 2010 aku bersama ibuku berangkat ke SMA Negeri 1 Sukoharjo untuk mendaftar program Akselerasi. Dengan semuanya yang telah aku persiapkan sebelumnya, aku sangat siap mendaftar di sekolah ini. Sekolah yang selalu menjadi impianku sejak masih duduk di bangku SD. Aku ingat hari itu aku mendaftar kepada seorang guru yang ternyata menjadi wali kelasku di kelas X, ya itu adalah Ibu Luwes Traviari Agusta. Beliau sangat sabar mengurus pendaftaranku.
Senin, 10 Mei 2010 aku melewati tes potensial akademik. Aku sempat takut karena melihat sainganku yang ternyata cukup banyak juga. Namun aku yakin aku bisa, karena ayah dan ibuku mendoakanku selalu. Seiring berjalannya waktu, akhirnya tes hari ini aku selesaikan.
Rabu, 12 Mei 2010 aku harus menjalani tes IQ. Beberapa pertanyaan berputar-putar di otakku hari itu. Aku sempat takut aku tidak bisa melewati tes ini. Namun aku menjalani semampuku. Aku yakin kemampuanku adalah yang terbaik bagiku. Kurang dari 3jam tes itu sudah berakhir.
Aku sudah lupa itu hari apa, yang pasti aku bersama ibuku harus melewati tes terakhir. Tes wawancara, awalnya aku sempat takut juga apalagi kondisi keluargaku yang termasuk tidak berada ini. Apakah ini akan menghalangiku mengikuti program ini? Namun konyolnya, aku dan ibuku sampai lupa sarapan karena terlalu nervous. Alhasil kami sangat kelaparan karena tes berakhir pukul 14.00 WIB.
Sekarang, aku sudah berdiri disini sebagai seorang siswi akselerasi. Bersama teman-temanku yang selalu membuatku bahagia. Saatnya memperkenalkan teman-temanku kepada kalian semua.
Mamah, itu yang terlintas pertama kali. Dia adalah sosok yang ceria, baik hati, meski kadang menyebalkan (cuma sedikit sih). Semula aku tidak menyangka dia adalah teman yang sangat pintar. Aku sampai terkagum-kagum dibuatnya. Dan satu hal lagi yang paling seru, dia adalah teman satu kamar yang menyenangkan. Maafkan aku ya teman, kalau aku belum bisa menjadi yang terbaik untuk kamu.
Cahya , biasa dipanggil 'mega lowman' aku juga tidak tahu apa artinya. Mungkin karena anak-anak suka memanggilnya begitu, katanya itu nama tokoh superhero. Dia anaknya ceria, selalu sumringah, meski kadang telmi (ini kenyataan). Pernah suatu kali ia ditanya oleh guru bahasa inggris dan ia hanya menjawab dengan kata 'heh', sontak aku terpingkal mendengarnya. Teman, maafkan semua kesalahanku padamu ya!
Budhe, kalau yang ini sih tidak usah panjang lebar ya. Namanya juga budhe, pasti orangnya bijak,penuh semangat, pinter pula. Satu lagi, aku senang memanggilnya dengan sebutan budhe karena jujur aku jarang punya teman sebijak dia. Kadang aku merasa sedikit malu dengannya, aku yang begitu bodoh bisa punya teman sepintar dia. Budhe, aku janji akan menjadi lebih baik lagi dari sekarang.
Papah, yang ini sih orangnya lucu banget. Sempat membuatku tertawa karena mendengarnya nembang. Aku sendiri bingung tembang apa yang sedang ia lantunkan itu. Tapi kalau disuruh gebuk drum, dia deh jagonya. Dia juga pinter main alat musik lain, keyboard misalnya. Dan yang lebih unik dia punya saudara kembar. Aku ingin sekali bisa bermain drum sepertinya. Papah, aku akan buktikan kalau aku bisa jadi drummer yang baik!
Pakdhe, baru dengar namanya aja aku sudah ketawa. Dia orangnya kocak, asyik diajak ngobrol (asal krama aluse jangan dikeluarin), pinter main musik. Pernah juga sih aku belajar main gitar, tapi belum bisa semahir dia. Nanti deh, kalau aku sudah jago main gitar aku mau nantangin dia. Satu lagi, kata temen 'SD'ku sih dia itu tinggi, putih, ganteng ( yang ini aku tidak begitu setuju). Tapi dia harus minum appeton dulu deh, biar agak bagus dikit badannya.
Eka-chan, kaya Nihonjin aja ya namanya. Orangnya asyik, pinter baca puisi, pinter nyanyi kaya Gita Gutawa ( kaya orang kecekek gitu deh). Aku seneng liat gayanya nari, tangannya kekanan kekiri diikuti kepalanya. Aku pernah belajar semalaman menirukan gerakannya, tapi hasilnya nihil (emang aku tidak bakat nari). Yang tidak pernah aku lupakan, dia mau menjadi temanku selama setahun ini. Makasih ya teman, aku tidak akan melupakanmu.
Tante Nana, penggemar berat SUJU. Mulai dari HP sampai Laptop semuanya serba SUJU. Orangnya baik, lucu, asyik juga sih. Kesan pertama pas ketemu dia, aku mengira dia orangnya sombong tapi ternyata aku salah besar dia bahkan baik sekali. Aku bangga punya teman sepertinya. Ingat gayanya berjalan membuatku berpikir bagaimana caranya berjalan layaknya wanita seperti itu. Nana, aku bisa kok jalan seperti kamu!
Tante Mutia, pake kacamata. Penggemar berat panda. Lucu juga kalau ingat dia membacakan pengalaman tak terlupakannya di depan kelas. Aku jamin kalian akan berpikiran sama denganku. Aku yakin dia bisa menjadi dokter hewan yang baik. Dia teman yang sangat baik. Entah mengapa aku nyaman bila bercerita padanya. Tante Mutia, kapan-kapan kita cerita-cerita lagi ya!
Nunu, ada Nana ada pula Nunu. Orangnya tinggi, gendut, lumayan lucu, pokoknya seru deh. Dia ini pinter banget basket, pernah ikut DBL meskipun belum berhasil. Kehebatannya juga kuacungi jempol dalam Fisika dan Kimia. Wush, dia pinter Fisika lho. Disaat otakku berputar mikir ulangan dia dengan santainya duduk sambil bercerita. Nunu, tak selamanya wanita cantik itu tidak perlu belajar!
PW, penggemar berat persija nih. Kalau sudah ngomongin urusan bola dia lah jagonya. Siapa yang ngira dia laki-laki? Jangan salah, dia perempuan tulen (menurut pengakuannya). Dia pinter Kimia lho. Aku kira dia hanya pinter masalah bola saja, ternyata dia juga pinter Kimia. Dia itu orangnya lucu, asyik, pokoknya seru deh. Satu lagi, dia bisa membuatku tertawa kalau pas lagi pelajaran sejarah. PW, kapan-kapan aku titip download lagu lagi ya!
Nisnu, orangnya gendut juga. Dia suka banget buat anak-anak lain ketawa. Kalian tahu, pandangannya bisa menenangkan hati yang lagi galau lho. Dia suka bawa makan kalau sekolah. Aku baru lihat temanku laki-laki bawa makanan kesekolah pertama kali ini. Aku malu dibuatnya. Aku sering menolak saat ibuku menatakan bekal untukku. Nisnu, ternyata kamu pinter main gitar ya!
Aim, pak ketua kelas. Orangnya kaku, terkesan terburu-buru, tapi aku tak tahu juga sih dia sebenarnya seperti apa. Ternyata dia pinter banget kalau disuruh ngerjain kimia. Aku terkadang takut melihat sikapnya. Kira-kira apayang bisa membuatnya sedikit luluh? Menurutku dia terlalu kaku.
Parmin, korban di muka umum. Orangnya lucu banget. Mungil, imut (item mutlak), asyik deh. Dia bisa menghibur semua orang di kelasku lho. Seringkali aku kasihan melihatnya menjadi bulan-bulanan anak-anak. Tapi siapa duga dia jagonya Matematika. Aku baru sadar kalau ternyata semua orang di kelasku memiliki kelebihannya masing-masing.
Ilyas, namanya lucu ya. Orangnya sudah pasti lebih lucu. Aku tak menyangka bisa punya teman segokil dia. Sering ia membuatku jengkel, namun tak apalah aku senang membantunya. Yang paling tidak aku sangka, ternyata dia bisa nembang dengan sangat baik. Aku sampai terbengong-bengong dibuatnya. Kalau aku bisa memilih, aku ingin punya banyak teman yang seperti dia. Ilyas, aku tahu kamu bisa bahasa jawa!
Jaya, jagonya Fisika. Kemarin saja dia ikut Olimpiade Astronomi, aku kagum padanya. Sering aku satu kelompok dengannya, membuatku mengenalnya. Aku yakin dia punya hati yang baik. Orangnya sopan, pintar berpuisi (ini sudah terbukti), asyik deh pokoknya. Aku tak tahu apakah dia bisa bermain musik, tapi aku rasa dia bisa. Jaya, kami menunggumu bermain musik!
Gumelar, nama yang ellegant. Orangnya asyik, gokil, bikin ketawa deh pokoknya. Aku lihat fotonya yang tidur di tengah jalan, menantang banget. Beberapa kali ia membuat aku terkejut akan kepintarannya. Ternyata ia lebih dari yan aku duga. Biologi dia bisa, Fisika dia bisa, Matematika dia bisa, Bahasa Inggris dia bisa. Banyak deh pokoknya. Gumelar, berjuanglah untuk keberhasilanmu!
Ternyata aku terlalu panjang lebar ya ceritanya. Masih banyak pengalamanku yang belum bisa aku ceritakan. Lain kali aku ceritakan lagi ya. Sampai jumpa semuanya...
Diposting oleh
www.ViolaPunya.blogspot.com
Senin, 21 Maret 2011
di
23.26
|
PERSEMBAHAN TERAKHIR UNTUK NENEK
Oleh:Yulita Putria Dewi
Kala senja merona kemerahan, kembali kulangkahkan kaki yang lelah ini. Menyusuri keramaian, mengendus aroma kebebasa. Akhirnya setelah seharian memeras tenaga demi memperoleh sesuap nasi esok pagi aku dapat melepaskan penat ini. Kususuri lorong sempit menuju sebuah gubug tua di ujung desa. Kerebahkan tubuh yang penat ini diatas dipan tua yang mulai rapuh dimakan usia.
Kupandang indahnya alam di sekitarku. Menelanjangi apa saja yang aku lihat. Mataku terhenti pada sebuah batu besar diatas pohon jambu. Sudah lama aku tidak duduk diatas batu itu. Tepatya sejak dua tahun lalu, semenjak ayah dan ibu memutuskan untuk berpisah dan menjalani kehidupan masing-masing.
Aku beranjak dari tempatku. Berjalan pelan menuju batu besar yang terletak di bawah pohon jambu tadi. Langkahku gontai sempoyongan. Aku duduk diatasnya. Menatap langit malam yang terlihat biru cerah dengan bulan dan bintang yang melengkapi indahnya sisa waktuku sebelum esok tiba.
Tiba-tiba air mataku menari lembut menuruni kelopak mataku. Bergoyang pelan diantara lesung pipitku. Rambutku yang terurai panjang berterbangan ditiup sepoinya angin malam. Kupeluk raga yang tak berdaya ini. Perlahan kupejamkan mataku, menikmati suasana. Aku melayang sejenak. Udara segar bercampur aroma bunga sedap malam menambah syahdunya malam itu.
Aku terperanjat saat mendengar teriakan dari dalam rumah. Aku sangat mengenal suara itu. Aku segera berlari menuju rumahku yang renta. Kujejakkan kakiku di depan pintu yang mulai lapuk itu. Kumelangkah menuju sumber suara. Dia berbalik dan tersenyum kearahku. Aku membalas senyumnya. Kucium telapak tangannya yang mulai mengekerut dimakan usia.
Kucium kedua pipinya yang cekung kedalam rahangnya yang hanya dihuni beberapa gigi saja. Aku duduk berhadapan dengannya. Kulihat mata sayunya yang begitu ayu. Ingin sekali aku memeluknya erat. Mengajaknya keliling dunia suatu saat nanti, kalau aku sudah punya cukup uang tentunya.
Nenek, doakan cucumu yang lemah ini agar mendapat apa yang ia cita-citakan. Ucapku lirih. Ia melirik ke arahku. Dia adalah satu-satunya keluargaku sekarang. Setelah ayah bahagia dengan anak dan istri barunya, sedangkan ibu entah pergi kemana dengan semua anggota arisannya. Aku bahagia tinggal bersama nenekku disini.
Kami makan bersama malam itu. Dengan menu kesukaanku tentunya. Rendang daging sapi dan kerupuk. Selera kami samadalam hal apapun. Jadi tidak sulit bagi kami untuk menyesuaikan diri. Nenek beranjak dari tempat duduknya menuju teras. Kuikuti langkahnya dengan enggan. Aku melihat nenek benar-benar ayu di terpa cahaya bulan. Kudekati wanitayang rapuh itu. Kupeluk ia erat, sangat erat.
Sesaat aku merasakan ia terisak. Kulepaskan pelukanku. Kupandang matanya yang sayu berkaca-kaca. Betapa mulianya hati wanita tua ini. Kuhapus air mata yang mulai berlinangan di kedua pipinya. Kupandang tajam kedua bola mata cokelat itu. Aku meneteskan air mataku. Ia menghapus air mataku sekarang. Kupegang tangan tua itu. Kucium penuh kasih.
''Nenek, jangan tinggalkan Nay ya! Nay tidak bisa kehilangan nenek!'' Kupeluk erat nenekku.
''Nay, ada saatnya kamu harus menjalani semuanya sendiri! Tidak selamanya nenek ada di dekatmu untuk menemanimu!'' Ia menghapus linangan air mataku.
''Tapi Nay tidak mau nenek pergi! Nay tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Nay kalau nenek meninggalakan aku!'' Aku menunduk, pilu.
''Nenek mengerti sayang! Nenek tidak akan meninggalkan kamu, nenek akan selalu ada dihatimu, nak!'' Rasanya nyaman sekali dipeluk oleh seseorang yang sangat kita sayangi.
Kuhabiskan tiga jam begitu saja untuk bermanjaan dengan nenekku. Nenek menuntunku masuk ke dalam rumah. Besok aku harus bangun pagi dan melanjutkan perjuanganku untuk memberika apa yang selama ini nenek inginkan. Aku membaringkan tubuh yang lelah ini. Kupandang keelokan sang purnama dari jendela yang sengaja tidak aku tutup. Kupejamkan mata yang berat ini. Sejenak ingin kuhapuskan semua beban ditubuh yang layu ini.
Mentari pagi menyapa lemput kulitku. Kubuka perlahan mataku. Mengintip keluar jendela. Hari belum begitu terang. Masih ada beberapa embun yang menari di dedaunan. Aku beranjak dari tempat tidurku. Meraba-raba jalan yang benar. Menghela napas lega di depan jendela yang mulai dihuni beberapa hewan pengerat.
Kulempar pandanganku keluar jendela. Menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kurasakan udara segra menerobos seluruh pori-pori tubuhku. Aku terkejut saat kurasakan ada yang menepuk pundakku. Kumenoleh seketika. Aku tersenyum lega setelah tahu siapa yang baru saja membuatku terkejut.
''Cepat mandi, Nay! Hari ini kamu harus kerja kan???'' Ucapnya lembut sambil mengulurkan sehelai handuk untukku.
''Iya, Nek! Hari ini aku terima gaji! Tunggu aku ya, Nek! Jangan makan malam sebelum aku datang!'' Jawabku sambil mencium pipi kanannya kemudian berlalu meninggalkannya.
Hatiku cukup bahagia hari ini. Aku akan segera memberikan apa yang selama ini nenekku inginkan. Aku akan pulang membawa hadiah spesial untuk nenekku tercinta. Aku tersenyum sendiri membayangkan betapa kagetnya nenek nanti. Aku menyiram tubuhku dengan segarnya air di daerah lereng pegunungan ini. Cukup lama aku mandi, untuk persiapan kalau nanti aku pulang malam.
Nenek sudah menantiku di meja makan saat aku selesai berbenah diri. Aku mencium pipi kirinya dan meneguk segelas susu yang selalu ia siapkan untukku setiap pagi. Aku hanya mengambil sepotong tempe goreng dan berlalu pergi, beralasan takut kesiangan dan gajiku diserobot oleh karyawan lain.
Aku menyusuri lorong-lorong sempit dengan beberapa lubang yang membuat aku harus berhati-hati. Setibanya di tempatku kerja aku langsung menuju ruang kepala staf. Kuterima sebuah amplop darinya. Kucium amplop itu. Menyimpannya di dalam tas dan menunggu sampai waktu pulang tiba dan membuat nenek terkejut.
Seharian aku bekerja benar-benar menguras tenaga. Rasanya aku sudah tidak punya tenaga lagi untuk berjalan pulang. Namun aku kembali semangat saat teringat kejutanku untuk nenek. Aku berlari menuju toko mukena di tepi jalan raya seberag kantorku. Aku membeli sepasang mukena yang sudah lama nenek inginkan. Sebulan yang lalu nenek bilang ia sangat menginginkan mukena itu, namun ia tidak punya cukup uang untuk membelinya. Dan hari ini nenek akan mendapatkan mukena ini, dari gaji pertamaku.
Aku berjalan cepat menuju rumahku. Melewati lorong-lorong gelap yang dengan penuh rasa bahagia. Rasanya perjalanan pulang menghabiskan waktuku. Karena setiap aku melangkah, rasanya tidak bergerak dari tempatku berdiri. Rasanya empat puluh kali lebih lama dari biasanya.
Aku memasuki gang menuju rumah kecilku. Hatiku tersentak saat melihat beberapa orang berseliweran di ujung gang. Aku semakin berjalan mendekat. Namun seolah Tuhan tidak mengijinkanku tahu apa yang ada disana. Secepat apapun langkahku, rasanya aku tidak kunjung sampai di kerumunan itu. Aku terkesiap melihat orang-orang itu berkumpul di rumahku.
Apakah yang sedang terjadi sebenarnya? Aku berlari dengan langkah terseret-seret. Hatiku hancur saat melihat sepotong kain berkibar gagah di pagar rumahku. Aku tahu apa arti sepotong kainyang tengah berkibar itu. Aku berlarimasuk kedalam rumahku.
Pandanganku tertumbuk pada sesosok yang sangat aku kenal terbaring lemah di depan pintu. Matanya yang sayu kini terpejam. Kulitnya yang keriput kini terlihat pucat. Bibir yang selama ini menasihatiku tersenyum bahagia. Aku roboh seketika. Beberapa tetangga mendekatiku dan memelukku. Aku berteriak histeris seakan kerasukan setan.
Ya Tuhan, mengapa kau ambil lagi orang yang aku sayang? Sekarang aku benar-benar tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Harus apa aku sekarang? Apa yang engkau inginkan dari hamba yang lemah ini? Aku menghujam Tuhan dengan ribuan pertanyaan. Namun itu hanya membuatku semakin terpuruk. Aku bangkit dari kerumunan yang membuatku mual.
''Nenek, kenapa tidak menunggu Nay datang? Nay membawa sesuatu untuk nenek! Ini mukena untuk nenek, Nay beli ini dengan gaji pertamaku! Nenek bangun, nek! Jangan tinggalin Nay sendiri disini!'' Aku mencium kening wanita yang sudah tak berdaya itu.
Kupeluk erat ia untuk terakhir kalinya. Kulepaskan ia pergi dari hidupku. Kurelakan Tuhan mengambilnya dariku. Aku yakin nenek lebih bahagia berada didekat-Nya. Nenek, Nay disini selalu menyayangi nenek. Jangan tinggalkan hati Nay ya, nek! Nayla sayang nenek!.
Diposting oleh
www.ViolaPunya.blogspot.com
Jumat, 22 Oktober 2010
di
22.36
|
KETIKA CINTA BICARA
Oleh : Yulita Putria Dewi
Dinginnya angin malam, menyelimuti tidurku
Terangnya cahaya bulan, menjadi penuntunku
Seuntai daun kenari, menjadi peraduanku
Sepi hidupku tanpamu, menambah rasa sayangku untukmu
Seandainya aku bisa merangkai sayap
Kan ku rangkaikan sepasang untukmu
Seandainya aku bisa memutar waktu
Kan kulakukan agar kau kembali padaku
Tidakkah kau pikirkan sepinya hatiku?
Sendu, pilu tiada arti bagiku
Petir dan badai kan kulewati untukmu
Tapi mengapa? Tak kau biarkan aku bersamamu
Kan kulantunkan doa suciku
Untuk mengembalikan kau padaku
Kan kurelakan nyawaku
Demi seuntai kasih sayangmu
Rela aku mati demimu
Karena hanya satu janjiku
Melihat ketika cintamu bicara padaku
Masih terlintas dalam benakku
Saat kau belai rambut pirangku
Saat kau cium kening dan pipiku
Tak kuasa diriku menghapus memori itu
Karena aku tak akan berpaling dari kasih sucimu
Karena kutahu kau hanyalah milikku
Kembalilah padaku, ayah!
Kan kusayang engkau seoanjang hidupku
Karena besarnya rasa cintaku untukmu
Tak akan pernah lekang oleh waktu
Karena besarnya rasa harapku untukmu
Selalu bersemayam dihatiku
Diposting oleh
www.ViolaPunya.blogspot.com
KETIKA CINTA BICARA
Oleh : Yulita Putria Dewi
CINTA .......
Cahaya kasihnya secerah surya
Impian senyumnya seindah mawar
Namun seuntai kasih sayangnya
Tak kurasa tak kudapat
Aku mengharapkan kasih darimu....... Ayah
Viola meneteskan air matanya. Matanya yang bulat kecoklatan masih memandangi bingkai tua yang terpampang di sudut ruang tengah. Ia masih ingat kehangatan suasana dalam bingkai itu. Ia masih merasakan belaian tangan bundanya. Ia masih merasakan ciuman sayang ayahnya. Ia masih ingat bagaimana ia berteriak memanggil bunda dan ayahnya.
Namun semua itu hanyalah masa lalu. Sekarang Viola tak lagi mengenal bunda dan ayahnya. Yang ia kenal sekarang hanyalah Violin. Adik kesayangannya yang menderita lumpuh sejak lahir. Mungkin karena itulah Viola tak lagi mengenal bunda dan ayahnya. Walau begitu Viola tetap menyayangi adiknya. Ia merawat adiknya dengan sepenuh hati.
Sekali waktu saat sedang bercanda dengan adiknya, ia meneteskan air matanya. Ia merasa iba dengan adiknya. Viola tak mungkin bisa membenci Violin. Karena ia tahu Violin tidak pernah merasakan sentuhan sayang dari bunda maupun ayahnya. Violin dibenci oleh ayahnya karena dianggap membawa sial. Saat melahirkan Violin, bunda mengalami pndarahan hebat dan pada akhirnya bunda harus menghembuskan nafas terakhirnya. Semenjak kejadian itu Viola ditinggal oleh ayahnya. Kini Viola hanya tinggal dengan adiknya.
Viola hanya mencurahkan isi hatinya ke dalam buku diary yang tak pernah lepas dari tangannya. Seperti malam ini, malam dimana ia mulai melihat dunia. Malam ulang tahunnya yang sepi. Tak seorangpun memberinya ucapan selamat ulang tahun terkecuali adiknya, Violin.
“ Kakak .....!” Suara lirih membuyarkan lamunan Viola
“ Olin, kamu kok belum tidur? Inikan sudah larut!” Viola mencoba menutupi kesedihannya.
“ Olin pengen ketemu ayah, Kak! Ayah dimana?” Violin menundukkan kepalanya.
“ Olin sayang, kamu sabar ya! Kakak janji suatu saat nanti akan membawa ayah kembali kepada kita lagi!” Viola bersimpuh di depan adiknya dan mengusap air mata Violin yang mulai membanjiri lesung pipitnya.
“ Makasih ya, Kak! Olin sayang banget sama kakak!” Violin memeluk erat kakaknya.
“ Kakak juga sayang sama kamu!” Viola menyambut pelukan adiknya. Ia memebayangkan jikalau bundanya masih hidup. Pasti bundanya akan selalu mengasihi dia dan adiknya.
“ Kakak menangis?” Violin mengusap air mata kakaknya.
“ Tidak, mata kakak cuma perih saja! Sekarang lebih baik kita tidur saja ya ! Soalnya besok kakak ada kuliah pagi!” Viola mendorong kursi roda adiknya menuju sebuah bilik kecil.
Viola dan Violin tidur diselimuti dinginnya angin malam yang menusuk tulang. Diiringi nyanyian jangkrik yang mengantar keduanya ke negeri mimpi. Bukan belaian lembut bunda yang membangunkan mereka, tetapi belaian surya yang memaksa keduanya bangun.
Viola beranjak meninggalkan rumah. Sempat dilihatnya Violin melambaikan tangan kearahnya. Viola sangat ingin membahagiakan Violin. Tetapi Violin tak ingin menyusahkan kakaknya. Tak jarang Viola menawarkan jasa home schooling kepada Violin. Namun Violin selalu menolaknya. Alasannya karena ia lebih suka menjaga kios kuenya.
Viola barangkat sekolah bersama Canda. Canda adalah teman Viola sejak kecil. Mereka berdua sudah seperti saudara kandung. Tak jarang Canda menginap di rumah Viola atau sebaliknya.
Viola dan Canda berpisah di lobbi kampus. Viola mendalami ilmu di Fakultas Kedokteran sedangkan Canda di Fakultas Ekonomi. Viola berjalan pasti menuju ruang kuliahnya. Ia berhenti sejenak di ruang loker. Perlahan- lahan ia membuka pintu lokernya. Ia melihat foto keluarganya disudut loker bernomor 238 tersebut. Ia menunduk dan meneteskan air mata sucinya.
“ Vio, kamu kenapa? Tidak biasanya kamu nangis seperti ini!” Seorang lelaki mengangkat dagu Viola dan menghapus air matanya.
“ Rez, aku tidak bisa! Aku tidak bisa menutupi kebencianku terhadap Ayah!” Air mata semakin deras mengalir dari kedua mata Viola.
“ Vio, aku tidak tahu harus bagaimana! Tapi aku mohon, kamu jangan seperti ini! Aku tahu kok kamu bisa mewujudkan janji kamu!” Lelaki itu memeluk Viola.
“ Makasih ya, Rez! Tapi apa kamu akan selalu menemani aku seperti janji kamu?” Viola menatap dalam mata lelaki itu.
“ Pasti, aku akan selalu menemani kamu! Seperti janjiku!” Lelaki itu menghapus kembali air mata Viola.
Laki-laki itu adalah Rezky. Viola sangat bahagia karena masih memiliki Rezky. Rezkylah yang selama ini menjadi topangan beban kehidupan Viola. Tak jarang Rezky membantu Viola mengurus Violin. Dari Rezkylah Viola mengerti arti kehidupan yang sebenarnya. Dan dari Rezky pulalah Viola dapat menyembunyikan rasa bencinya terhadap sang ayah.
Rezky menuntun Viola ke dalam ruang kuliahnya. Rezky meninggalkan Viola di depan pintu ruang kuliahnya. Rezky menuju ruang kuliahnya. Rezky adalah senior Viola yang berselisih 2 semester dengannya.
Viola mengikuti mata kuliah seperti biasanya. Tepat pukul 14.00 WIB, Viola berjalan meninggalkan kampus. Disampingnya ada Canda yang mencoba menghibur. Akan tetapi tak dipedulikan suara yang menerobos rongga telinganya. Viola masuk ke dalam istananya. Ia merebahkan tubuhnya di atas sofa. Tak berapa lama ia berdiri kembali. Ia mendengar suara isak tangis. Ia mencari sumber suara itu. Seketika ia langsung berlari menuju kamar adiknya. Viola terheran-heran ketika mendapati adiknya sedang menangis sesenggukan.
“ Olin sayang, kamu kenapa?”Viola membalai lembut kepala adiknya.
“ Kakak, Olin takut kak!” Violin memeluk erat tubuh kakaknya.
“Olin, ada apa? Cerita sama kakak!” Viola memeluk adiknya.
“ Tadi.....tadi.....tadi ada orang kesini! Laki-laki itu persis dengan orang yang ada difoto itu! Apa itu ayah kak?” Violin semakin deras mengalirkan air matanya.
“ Ayah? Tadi ayah kesini? Terus kamu tidak apa-apa kan?” Viola menggoyang-goyangkan tubuh adiknya.
“ Tidak! Tapi tadi ayah marah-marah, terus ayah bilang kalau 3 hari mendatang ayah akan datang kesini!” Violin masih terlihat ketakutan.
“ Apa? Mau apa ayah kesini?” Viola kaget bukan main.
“ Ayah mau tinggal disini bersama kita! Tapi.....tapi.....tapi ayh mau mengajak anak dari selingkuhannya tinggal disini! Dan ayah juga akan menyekolahkan anak selingkuhannya itu di kampus kakak!” Violin kembali memeluk kakaknya.
Kedu kakak beradik itu melepaskan semua kekecewaan mereka terhadap ayahnya. Seharian penuh mereka memikirkan kejadian itu. Malam harinya Viola menemani adiknya tidur. Memang sejak kejadian tadi, Violin masih terlihat shock. Tetapi Viola tak henti menghibur adiknya.
Tiga hari berlalu begitu cepat. Masih seperti biasanya, Viola berangkat kuliah bersama Canda. Tak lupa Viola membantu Violin merapikan diri dan membuka kios kuenya. Rutinitas yang tak pernah Viola lupakan.
Viola dan Canda bersendau gurau sepanjang perjalanan. Sampai pada akhirnya mereka harus berpisah jalur. Viola masih terus berjalan menuju lokernya. Saat Viola membuka lokernya, ia kembali meneteskan air matanya. Ia berbisik dalam hati.
“ Bunda, Vio kangen sama bunda! Kenapa bunda ninggalin Vio sama Olin? Sekarang ayah sudah berubah, ayah sudah bukan ayah Vio yang dulu! Ayh pergi entah kemana setelah bunda pergi! Bahkan hari ini ayah mau membawa anak dari selungkuhannya untuk tinggal dirumah!” Viola membiarkan air amtanya mengalir dan memabsahi kedua lesung pipitnya.
“ Vio, kamu nangis lagi?” Rezky menepuk pundak Viola.
“ Eh, Rezky! Tidak kok, tadi mataku hanya kemasukkan debu saja!” Viola mencoba menutupi kesedihannya.
“ Oh,kalau begitu aku antar kamu ke kelas yuk!” Rezky menggandeng Viola dan mengantarnya ke ruang kuliah.
Rezky mencium kening Viola sebelum meninggalkannya. Viola melihat Rezky berjalan menjauh dan akhirnya hilang dari pandangannya. Viola masuk ke dalam ruang kuliahnya. Ia melihat pemandangan yang asing baginya. Ada seorang gadis seusianya duduk di bangku yang biasa ia gunakan untuk duduk. Viola tidak terlalu mempedulikannya. Ia duduk di belakang gadis tersebut. Tak berapa lama, Pak Susilo yang merupakan dosen favorit Viola masuk ke dalam kelas. Pak Susilo memperkenalkan gadis yang dianggap asing oleh Viola tadi. Namanya hampir mirip dengan Viola.Vivia Ayuztha Amalia begitu Pak Susilo memperkenalkan gadis pindahan dari Bandung tersebut.
Viola mulai teringat kata-kata adiknya. Apakah semua ini ada hubungannya dengan ayahnya? Apakah semua ini ada hubungannya dengan anak ayahnya? Berjuta-juta pertanyaan melayang-layang memenuhi kepala Viola.
Suara bergema tanda istirahat membuyarkan bayangan Viola. Viola berlari menuju lokernya. Ia mencurahkan semua isi hatinya kepada foto bundanya. Viola menghapus air matanya dan menutup kembali lokernya. Viola mencoba menata kembali harinya. Ia membalikkan badannya. Namun hatinya hancur berkeping-keping ketika melihat Rezky sedang bersama dengan seorang wanita. Viola berjalan mendekat dan melihat wajah wanita itu. Ternyata dia adalah Vivi, Rezky sedang bersama dengan Vivi? Apa yang sedag mereka lakukan disini? Viola berlari meninggalkan keduanya. Rezky yang mendengar hentakkan kaki membalikkan badannya. Sepintas ia meliha bayangan Viola. Ketika Rezky mencoba untuk mengejar Viola, Vivi mencegahnya dengan alasan perutnya sakit dan harus segera pulang.
Viola berlari ke makam bundanya. Air mata terus mengalir dari kedua bola matanya menghiasi derap kakinya. Viola memeluk nisan bundanya. Viola menundukkan kepalanya.
“ Bunda, dulu bunda kehilangan ayah karena ibu dari wanita itu! Apakah sekarang aku harus kehilangan Rezky karena wanita itu? Aku tidak akan pernah rela itu terjadi! Aku janji, aku akan mendapatkan kembali apa yang sudah dia rampas dari kita! Bunda...........!” Viola memeluk erat nisan bundanya.
Angin yang berhembus kencang menusuk kulit Viola. Viola membuka matanya perlahan. Dilihatnya matahari sudah malu-malu di ufuk barat. Ia memandang jam di tangannya. Ia kaget karena jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Ia mengalungkan tas kepundaknya dan berlari menuju rumahnya.
Saat Viola masuk ke dalam rumah, ia melihat pemandangan yang membuat hatinya hancur. Viola melihat adiknya sedang mengepel lantai. Di sofa, seorang pria yang ia kenal sedang duduk sambil membaca koran. Disampingnya ada sesosok wanita yang membaca majalah. Viola masuk ke dalam rumah dengan geram.
“ Apa-apaan ini?” Viola membantu adiknya kembali duduk di kursi roda.
“ Eh, adik baruku sudah pulang! Kenalin aku Vivi, kakak barumu!” Wanita bernama Vivi yang merupakan mahasiswa baru di kampusnya itu berjalan mendekati Viola.
“ Oh, jadi kamu anak dari perempuan yang udah ngrebut ayahku?” Viola menampar pipi kanan Vivi.
“ Awwh, kanapa kamu tampar aku?” Vivi memegang pipi kanannya yang memerah.
“ Itu buat ibu kamu yang udah ngrebut ayah aku dari bunda! Dan ini buat kamu yang mencoba merebut Rezky dari aku!” Viola menampar pipi kanan Vivi sekali lagi.
“ Vio, Cukup! Sekarang juga kamu masuk kamar! Bawa juga anak pembawa sial ini!” Ayahnya menendang kursi roda Violin setelah menampar Viola.
“ Ayah tega menampar aku demi anak ini? Mungkin aku bisa menerima semua ini sekarang! Tapi, aku berjanji akan membalas semua rasa sakit hatiku!” Viola mendorong kursi roda adiknya ke kamar.
Viola melihat senyum licik di wajah Vivi. Viola tida menyangka ayahnya sebegitu tega menyiksa Violin. Viola semakin membulatkan niatnya untuk mendapatkan kembali kasih sayang ayahnya. Viola membantu Violin menyisir rambutnya dan mengantarnya tidur.
Sudah seminggu sejak kehadiran ayahnya, tetapi suasana belum juga berubah. Viola masih yakin bisa mewujudkan impiannya. Hari ini Viola berangkat lebih pagi karena akan mengikuti lomba menulis puisi se-Provinsi Jawa Barat. Viola memohon doa dari adiknya, tetapi dia tidak memohon doa dari ayahnya.
Karena kebetulan Rezky juga mengikuti perlombaan basket, jadi hari ini dia menjemput Viola. Sebelum menuju tempat lomba, Rezky mengantar Viola ka makam bundanya. Viola memanjatkan permohonannya. Tangisnya pun pecah, Rezky berusaha menenangkan Viola.
Setelah selesai memanjatkan permohonannya, Viola mengajak Rezky pergi. Tidak ada lima belas menit, mereka sudah sampai di tempat perlombaan. Rezky langsung menuju ke lapangan basket, sementara Viola menuju ke Lab. Bahasa.
Sudah lebih dari tiga jam perlombaan berlangsung. Viola dan Rezky berharap-harap cemas menunggu pengumuman hasil lomba. Pengumuman juara sudah mulai berkumandang memecah keheningan. Mulai dari juara lomba vokal, tennis lapangan, memasak, melukis, futsal, dan berbagai lomba lainnya mulai berlojak gembira karena menang. Viola dan Rezky melonjak saat mendengar pengumuman bahwa “Viola Ayuzhia Nadzani” keluar sebagai juara pertama dengan puisi berjudul “Ketika Cinta Bicara” dan team “Rezvi” keluar sebagai juara pertama dalam pertandingan basket.
Viola membawa trophy pulang kerumahnya dengan harapan ayahnya akan senang saat melihat trophy tersebut. Viola menunjukkan trophy tersebut kepada adiknya, Violin bertepuk riang saat mengetahui kakaknya menjadi juara pertama. Saat Viola menunjukkan trophynya kepada sang ayah. Dengan penuh keangkuhan dan kebencian sang ayah membanting trophy tersebut. Viola benar-benar meras hancur, sahancur trophynya yang sudah menjadi serpihan-serpihan kecil. Hatinya remuk seperti diterjang ribuan pisau belati. Hatinya hitam legam, selegam suasana dalam rumahnya.
“ Emang enak? Sekali benci, mau diapain juga tetap aja benci!” Vivi menghampiri ayahnya.
“ Kita masuk ke dalam, sayang! Disini tempat orang bodoh seperti mereka!” Vivi digandeng oleh ayahnya masuk ke dalam meninggalkan Viola dan Violin.
“ Kakak yang sabar ya!” Violin mendekati kakaknya.
“ Olin, kakak sedih banget!” Viola memeluk adiknya.
“ Sekarang kita tidur ya, kak!” Violin menyentuh tangan kakaknya.
Viola tidur dalam kesedihan. Tak disangkanya ayhnya tega menghancurkan harapannya. Hatinya hancur seakan tak mau lagi melihat ayahnya. Harapannya untuk mendapatkan kembali kasih sayang ayahnya ia pendam dalam-dalam.tak inig ia sakit hati lagi oleh ayahnya.
Pagi harinya Viola kembali membuka matanya yang sayup. Sinar matahari yang membalai kulitnya memaksanya untuk membuka mata dan meninggalkan impian semunya. Viola berjalan pelan menuju meja belajarnya. Ia mulai menata kehidupannya dalam buku diarynya.
Sepoi angin berhembus
Membelaiku dalam tidurku
Sumilir angin mengalir
Menghantarkan sayangku padamu....... Ayah
Viola membasuh mukanya dengan segarnya embun pagi. Saat ia hendak mencuci muka, kepalanya terasa sangat pusing. Viola mencoba menahan rasa sakit di kepalanya. Ia menggunakan tangan putihnta sebagai penunjuk jalan menuju ruang tamu.
Viola duduk di atas sofa. Ia menyandarkan kepalanya, berharap kesembuhan menganugerahinya. Vivi yang baru pulang dari lari pagi sangat marah melihat Viola. Vivi mengira Viola sedang tidur. Vivi pun langsung memanfaatkan keadaan ini. Vivi pura-pura berteriak-teriak kesakitan. Viola yang mendengar teriakan Vivi dengan enggan meninggalkan singgasananya.
“ Ayah.......ayaaaaaaaah........!” Teriakkan Vivi memecah keheningan pagi itu.
“ Vi....vi kamu ke....napa?” Viola mendekati Vivi yang tersungkur di lantai.
“ Viola, bantuin aku dong!” Vivi menarik tangan Viola.
Saat Viola mengulurkan kedua tangannya untuk menolong Vivi, ayahnya berjalan pelan dari balik tirai. Vivi yang melihat ayahnya langsung pura-pura menangis kesakitan. Viola menjadi bingung dengan ulah Vivi. Terlebih saat Vivi menarik tangan Viola yang menyebabkan Viola tidak bisa melepaskan tangannya dari Vivi.
“ Viola kamu jahat banget ya! Ayah... tadi Viola dorong aku sampai jatuh!” Vivi masih pura-pura menangis.
“ A.....a.....apa! Itu semua bohong, Ayah! Aku tadi cuma mau bantuin Vivi, tapi Vivi malah pura-pura nangis di depan ayh!” Viola berusaha menahan rasa skit di kepalanya yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.
“ Masih bisa mungkir kamu? Buktinya sudah jelas! Kamu mendorong Vivi, lihat tangan kamu masih memegang tangan Vivi!” Sang ayah tidak menggubris omongan Viola.
“ Mana ada maling mau ngaku! Hiks....hiks.....hiks.....!” Vivi berusaha menutupi kebohongannya.
“ Kamu yang maling! Kamu dan ibu kamu yang jahat itu sudah mencuri kebahagiaan keluarga kami!” Violin keluar dari kamarnya.
“ Jaga omongan kamu, pembawa sial!” Violin ditampar oleh ayahnya.
“ Olin, Olin kamu tidak apa-apa sayang? Ayah keterlaluan, sekarang juga aku minta ayah sama perempuan hina ini pergi dari sini!” Viola menggertak ayahnya.
“ Sembarangan kamu! Bukan ayah yang harus pergi dari rumah ini, tapi kamu dan anak pembawa sial inilah yang harus pergi dari sini!” Kursi roda Violin disambar cepat oleh ayahnya.
“ Ayah jangan! Lapasin Olin!” Viola mencoba menghalangi ayahnya.
“ Minggir kmu!” Ayah menendang Viola hingga tersungkur di lantai.
“ Kakak, kakak tolongin Olin kak! Olin tidak mau pergi dari rumah ini!” Violin berteriak-teriak memanggil kakaknya.
“ Ayo, cepetan bangun! Kamu harus segera pergi dari tempat ini!” Vivi menyeret Viola mengikuti langkah ayahnya.
Tetangga banyak berdatangan memandangi rumah yang terletak di pinngir jalan raya tersebut. Ketika akan menuruni tangga menuju jalanan, ayah terpeleset dan jatuh tersungkur di jalan. Dari arah yang berlawanan sebuah truk yang melaju dengan kecepatan tinggi siap menghantam ayah Viola. Viola yang melihat hal itu berusaha melepaskan diri dari Vivi. Ia berlari menuju ayahnya. Ia mendorong ayahnya ke pinggir jalan.
“ Ayaaaaaaaaaaah...........awaaaaaaaaaas.........!!!!!!!!” Viola berlari menghampiri ayahnya.
BRAAAAAAAAAAKKKKKKK!!!!!!!!!!!!!!!
Naasnya Viola gagal menyelamatkan dirinya. Ia tertabrak truk tersebut. Tubuhnya terlempar kurang lebih tujuh meter dari tempat kejadian. Sementara truk tetap melaju meninggalkan Viola. Viola menjadi korban karena ia adalah satu-satunya orang yang benar hari itu. Tetangga yang melihat kejadian itu hanya mampu meneteskan air mata mereka. Mereka kagum melihat pengorbanan Viola yang begitu besar demi seorang Ayah yang akan mengusirnya.
“ Kakaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkk!” Violin menjatuhkan dirinya dari kursi roda. Ia merangkak mendekati tubuh kakaknya yang sudah tidak berdaya.
“ Kak Vio, ini Olin kak! Kakak tidak apa-apa kan?” Violin menggoyang-goyangkan tubuh kakaknya.
“ Viola, bangun Viola!” Sang ayah mengelus kepala Viola.
“ Sudah deh, Ayah! Paling dia itu cuma akting saja!” Vivi menarik ayahnya menjauhi Viola.
“ Diam kamu! Ayah rasa kamulah yang pembawa sial,sebaiknya kamu yang pergi dari rumah ini! Tadi kamu hanya diam saja melihat ayah hampir ditabrak sama truk! Sekarang juga kamu beresi barang-barang kamu dan pergi dari sini!” Sang ayah mendorong Vivi hingga jatuh.
“ Ayah ayo kita bawa Kak Vio ke Rumah Sakit!” Violin menarik tangan ayahnya.
“ Baiklah, ayah telpon ambulan dulu!” Violin melihat ayhnya berlari masuk ke dalam rumah.
Tidak ada lima menit suara sirine ambulan sudah memenuhu telinga Violin. Tubuh Viola yang sudah berubah menjadi merah diangkat ke dalam ambulan. Violin dan Ayahnya duduk disamping tubuh Viola. Sepanjang perjalanan menuju Rumah Sakit Violin terus menagis. Ayah yang melihat itu merasa iba dan untuk pertama kalinya Violin dipeluk oleh ayahnya. Violin merasa sangat bahagia dengan keajaiban ini.
Sesampainya di Rumah Sakit Viola langsung ditujukan ke ruang ICU. Violin dan Ayahnya hanya mampu menunggu dari luar. Dokter dan perawat sibuk mengurus Viola. Violin terus meneteskan air matanya. Ayahnya pun mulai terlihat panik. Violin menyadari perubahan ayahnya. Violin bahagia atas perubahan ayahnya, tetapi ia sedih atas kecelakaan yang menimpa kakaknya.
Dokter dan suster melepaskan pakaian operasi mereka. Violin dan ayahnya menanti keluarnya dokter dan suster dari ruang ICU. Begitu dokter keluar, Violin langsung menghampirinya dan menarik-narik jasnya.
“ Dok, gimana keadaan kakak saya?” Violin masih menangis tersedu-sedu.
“ Keadaannya sangat parah! Beberapa sarafnya putus dan ini menyebabkan kelumpuhan permanent jika pasien dapat bertahan nantinya!” Dokter mengusap keringatnya.
“ Tapi putri saya bisa sembuh kan, Dok?” Ayah menatap dalam mata dokter.
“ Bisa, tetapi itu tidak akan lama! Selain beberapa sarafnya putus juga terjadi pendarahan di otak kanan pasien! Itu mengakibatkan semua organ tubuh Viola akan lumpuh secara bertahap! Saran saya segera temui anak bapak sebelum terlambat!” Dokter menepuk pundak Violin dan Ayahnya, kemudian ia pergi diikuti beberapa suster dibelakangnya.
Violin mengayuh kursi rodanya dengan cepat menuju ruang ICU. Ayahnya berlari kecil mengikuti dari belakang. Violin tak kuasa melihat kakaknya yang masih terbaring lemah dan tak berdaya. Ayahnya mendorong kursi roda Violin masuk ke dalam ruang ICU. Isak tangis Violin tumpah diatas tubuh kakaknya. Ayahny membelai rambut Viola. Belaian sayang seorang ayah membangunkan Viola dari komanya.
“ Olin, kamu tidak ...... boleh menangis!” Viola menghapus air mata adiknya.
“ Viola sayang, ini ayah! Ayah berjanji akan selalu ada untuk kamu, kamu harus kuat ya!” Viola dicium oleh ayahnya.
“ Iya kak, kakak harus kuat! Olin tidak mau kehilangan kakak!” Violin masih meneteskan air matanya.
“ Ayah, Vio mau ayah menyayangi violin seperti dulu ayah menyayangi Vio! Karena hanya itu harapan Vio sekarang!” Viola menggenggam tangan ayahnya.
“ Viola, maafkan ayah ya! Ayah menyesal sudah menyia-nyiakan kalian!” Violin dan Viola dipeluk oleh ayahnya.
“ Yah, seharusnya Vio yang minta maaf! Vio sudah membenci ayah! Tapi sekarang Vio tahu kalau ayah tetap ayah Vio yang dulu! Ayah yang selalu sayang sama keluarganya!” Viola mengusap air mata ayahnya.
“ Ayah tahu ayah salah! Ayah sudah mengkhianati bunda, tapi saat itu ayah benar-benar sedang emosi! Bahkan ayah tidak tahu apa saja yang sudah ayah lakukan!” Viola melihat ayahnya meremas tangan.
“ Itu masa lalu, yah! Sekarang adalah saat yang tepat untuk ayah melupakan semua itu dan menjadi ayah Vio lagi!” Viola meremas selimutnya.
“ Viola, kamu kenapa? Kamu tidak apa-apa kan?” Rezky muncul dari balik pintu dengan nafas terengah-engah.
“ Rezky, aku senang kamu ada disini! Sekarang semua sudah lengkap!” Viola menggenggam tangan Rizky.
“ Vio, impian kamu sudah terwujud! Kamu harus bisa melewati semua ini! Kamu sudah mampu.........!” Ucapan Rizky terpotong oleh Viola.
“ Enggak, Rez! Aku sudah tidak kuat lagi! Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi!” Nafas Viola mulai tidak teratur.
“ Kakak, Olin tidak mau kakak pergi!” Violin meremas tangan kakaknya.
“ Kakak tidak akan pergi, sayang agh......! Kakak akan selalu ada dalam hati agh....... kalian!” Viola mulai tidak bisa mengatur nafasnya.
“ Viola, ayah sayang banget sama kamu! Tolong nak, jangan meninggalkan ayah! Ayahn tidak mau kehilangan kamu untuk kedua kalinya!” Ayah mencium kening Viola.
“ Ayah, Vio tidak agh.....a.....kan.....pergi.....! Viola hanya agh..... akan menyusul agh.....bun.....da!” Viola menggenggam erat tangan kekasihnya, Rezky.
“ Viola, aku mohon! Kamu harus kuat, aku yakin kamu bisa melewati semua ini! Kamu gadis yang kuat!” Rezky mengelus kening Viola.
“ Violin, sayang! Maafin se.....mua kesa.....la.....han ka.....kak ya!” Viola mengeluarkan banyak keringat.
“ Pasti kak! Tapi Olin lebih seneng kalau kakak bisa selalu ada di samping Olin!” Violin menghapus keringat di kening Viola.
“ Ju..... jur agh.....a.....ku.....sa.....ngat..... mencin.....tai.....kali.....an se.....mua!” Viola melepaskan genggamannya dari tangan rezky.
“ Vi, kamu harus kuat!” Rezky membelai kepala Viola.
“ Ini a.....dalah.....ka.....do.....ter.....indah.....un.....tukku! Biar.....kan.....a.....ku.....per.....gi.....da.....lam.....ha.....ngat.....nya......keber.....sa.....ma.....an!” Viola mandekap ayah dan adiknya.
“ Vio, aku sangat mencintai kamu! Kami semua sangat mencintai kamu!” Rezky mendekap tubuh Viola.
“A.....ku.....sa.....ngat.....men.....cin.....tai.....ka.....li.....an.....se.....mu....a.....! I.....lo.....ve.....you.....all.....!” Viola menghembuskan nafas terakhirnya dalam dekapan orang-orang yang disayanginya.
Violin mencium kening kakakya. Rezky masih menggoyang-goyangkan tubuh Viola yang sudah tak berdaya. Semantara ayah mendekap tubuh Violin. Mereka masih tersipu-sipu memendangi tubuh Viola yang sudah tak berdaya lagi. Bibirnya sudah mulai membiru, kulitnya putih pucat, dari matanya mengalir air mata kebahagiaan.
Esoknya pemakaman dilaksanakan. Violin mengusap sebuah benda dan memasangnya di samping foto keluarga. Ternyata benda itu adalah puisi karya Viola. Puisi yang menggambarkan impian Viola dan sekarang semua itu telah menjadi kenyataan. Kenyataan yang membuat semua orang bahagia. Violin dan ayahnya percaya kalau Viola dan bunda tercinta akan selalu ada disamping mereka. Bercengkerama dengan kebahagiaan maya.
Dan inilah akhir kehidupan yang membahagiakan. Meski tak dapat dirasakan tapi dapat diilhami. Cacat tubuh bukanlah hal paling memalukan karena sesungguhnya cacat hatilah yang merupakan hal paling memalukan dalam kehidupan. Sayangilah orang yang menyayangimu dan jangan menyayangi orang yang mengkhianatimu. Jagalah mereka yang menyayangimu, karena mereka akan menjadi sangat berarti bagimu saat kamu sudah kehilangannya.
TAMAT
Sukoharjo, 28 Juli 2010
Penulis,
Yulita Putria Dewi
Diposting oleh
www.ViolaPunya.blogspot.com
Sabtu, 28 Agustus 2010
di
00.05
|
Cinta adalah sebuah persahabatan, yang mungkin lebih indah bila dijalani dengan perasaaan. bukan cinta bila hanya ucapan, tapi hanya bualan. dimana kau menemukan cinta ? hanya di hatimu bukan di matamu. cinta itu bukan sebuah penampilan, tapi sebuah penerimaan. jangan samakan cinta dengan kekaguman, karena cinta lebih indah dari kekaguman. jangan melihat cnta dari wajah, tapi dari hati.
Diposting oleh
www.ViolaPunya.blogspot.com
|
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger template by blog forum
|